Puisi-puisi Lailatul Kiptiyah


Pitutur Padi”

Semula aku adalah benih yang kau semai dengan doa-doa lirih

lalu hujan jatuh berderak mengajak cangkulmu menyalami sawah sepetak

tak kutemu musim melangkah mundur namun tidak denganmu kala tandur

hingga kau pun rela bergelung dalam saung-sinung menjagaku dari sergapan hama wereng hingga belitan benalu

agar tubuhku mumpuni tumbuh merunduk meninggi merunduk meninggi menaungi isi

mangajar ilmu hidup yang hakiki yang sabar kau hirup lewat harum jerami

lalu musim berganti Tuhan me-rahmati

mengisi celung lesungmu dengan biji-bijiku yang serupa bentuk

benih-benih yang kau semai dengan serbuk-serbuk doa  yang tawadu’

Jakarta, 05 Januari 2011 (29 Muharram 1432 H)

“Bersepi di mimpi”

Dari setangkai sunyi mekarlah sekelopak sepi mengabarimu perihal mimpi

mimpi yang serupa kelana burungburung merubung pagi hingga petang menabur kidung

dari akar malam tumbuhlah batangbatang kelam merimbuni relungrelung suram

lalu dari cungkup samudra ombak menggulung deru angin menajamkan beliung melesatkan sepi memintasi lembah dan gunung

menuju puncak tertinggi: tempat bagi segala mimpi dan nyeri bergantung 

Jakarta, Maret 2011 (Rabi’ul Akhir 1432 H)

“Kisahmu”

Dan tibalah musim itu bumi diselimuti salju, katamu hanya wajah-wajah dingin dalam mantel-mantel tebal berbulu berkelebat ke segala arah mencari anggur yang tumpah Jakarta, 30 Maret 2011 (25 Rabi’ul Akhir 1432 H)

“Jamak”

Sungguh aku tak hendak memintamu banyak hanya mengerti rindu yang kusamak dalam sajak seperti malam yang perlahan merangkak mengajar fajar lembut menanjak ke ubun matahari: merimbunkan awan berarak untuk kemudian pecah menjadi sedan yang menitisi pundak membuat rindu menjadi detak yang tak henti menangisi jarak dan gemuruh laut menyuguhkan maut lewat amuk ombak hingga angin sontak berderak menggigilkan dedaun dan kelopak berteriak, memanggil cintamu dan hatiku yang retak

Jakarta, April 2011 (Jumadil Awal 1432 H)

“Sependar Memoar“

-Rosihan Anwar-

Kata-kata telah menjalar menjadi getar mengakar dalam darah dan jantungmu menyeru-deru dari waktu ke waktu

rembulan belumlah genap purnama namun tak perlu kami bertanya sebab apa penamu menetaskan cahaya

debu-debu pun turut meniti nyeri ketika semua musim adalah karibmu menata hati di ruang-ruang senja obituari

oh, kini kami memaknainya sebagai musim gugur serambi, pintu, jendela selebarnya kami buka guna melambai melepas ribuan doa agar hati kami senantiasa tugur pada tanah, pada sejarah: dimana rampai bunga bertabur mencatatkan kata dan namamu yang telah luhur

Jum’at, 15 April 2011 (Jumadil Awal 1432 H) 

sumber : kompas.com