Kisruh PSSI: Jiwa Hampa Terseret Kebohongan


Gelombang peradaban manusia  sedang mengalami keadaan yang gonjang ganjing. Kekerasan dan ketidakadilan merajalela. Konflik kepentingan terjadi diberbagai lini kehidupan yang membuat orang tidak segan-segan memutar balikan serta memotong kebenaran, menyulap kebenaran menjadi suatu kebenaran yang baru. Tradisi, sejarah dan tata nilai masa lalu  teraduk dengan situasi dan problematik kekinian, membuat jiwa hampa dan terseret dalam kebohongan.

Kisruh  yang terjadi di tubuh PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia) menunjukan bahwa di bidang olah ragapun terjadi gonjang ganjing  konflik kepentingan, terjadi potong -memotong kebenaran serta  menyulap kebenaran menjadi suatu kebenaran yang baru.    Riuh  rendah polemik dan gelombang demo besar-besaran  mengenai kepengurusan  PSSI telah mengaduk-aduk emosi rakyat, terutama masyarakat pecinta sepak bola.
Orang sibuk mendiskusikan kisruh ditubuh PSSI, mulai dari kalangan elite,politisi,pakar hukum  sampai ke masyarakat di  warung- warung kopi . Dari berbagai diskusi itu berbagai rumusan  dapat didengar yang pada intinya mengatakan bahwa  substansi masalah  di PSSI adalah   uang dan politik . PSSI adalah lembaga bergengsi, berkualifikasi internasional  dapat menghasilkan uang banyak  dan PSSI lembaga olahraga yang digandrungi banyak massa   sehingga menjadi  modal untuk mobilisasi massa pada Pemilu 2014.
Disamping pandangan di atas, suara dari warung-warung kopi  bernada  praduga. Kisruh PSSI adalah rekayasa untuk pengalihan isu. Bila dikaitkan dengan pernyataan Nurdin Halid (Ketua Umum PSSI) yang mengatakan bahwa orang yang mendemo dirinya adalah orang orang yang telah dibayar oleh orang lain, maka paraduga rekayasa makin jelas. Ada yang yang punya kepentingan untuk merekayasa isu.
Di negeri merekayasa suatu isu memang  sudah menjadi hal biasa. Bila suatu isu akan merembet ke masalah yang lebih besar, maka akan diangkat suatu isu  lain sebagai pengalihan perhatian. Cara ini telah lama ditempuh untuk menenangkan kekacauan. Oleh karena itu, banyak peristiwa di negeri ini  berada dalam keremangan sejarah, sehingga  menimbulkan banyak kontroversi dan tafsir yang saling kontradiksi.
Dalam era keterbukaan sekarang ini dimana perkembangan dinamika masyarakat begitu  tinggi, maka akan banyak masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat. Teknologi canggih harusnya   penanganan nya harus  canggih, tidak lagi  dilakukan dengan cara  rekayasa kasus untuk pengalihan isu.
Rekayasa kasus sama saja dengan pembohongan atau penipuan. Akhir –akhir ini  kata bohong memang sedang naik daun. Beribu kali kata bohong diucapkan manusia dalam sehari, bahkan muncul  perdebatan semantik tentang bohong.
Diskusi  tentang PSSI di warung-warung kopi juga menyebutkan bahwa dalam kisruh PSSI juga banyak kebohongan. Berita begini ternyata bohong, informasi begitu ternyata bohong. Kenapa berbohong? Apa pendorong orang untuk berbohong? Berbohong adalah bagian  dari cara untuk menggapai kondisi  yang  diinginkan.
Bila dalam organisasi olahraga yang terkenal harus sportif  saja, banyak kebohongan apalagi di ranah lain.Memang seperti korupsi, berbohong telah melembaga di negeri ini.Perilaku bohong sudah menjadi kenyataan bahkan menjadi hobi. Bohong tampak jelas dan terbaca dari berbagai phenomena kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekacauan dalam penegakan hukum pun  salah satu sebabnya adalah bohong.
Dari sudut filsafat, bohong itu adalah pengingkaran hati nurani. Bila manusia sering berbohong, berarti dia mematikan hati nuraninya, kepeduliannya, martabatnya bahkan mematikan kemanusiaannya. Bicara adalah medium utama yg sangat dibutuhkan. Bicara membuat kita menjadi  manusia. Betapa  indah yg diungkapkan kata, tetapi ketika kita  tahu itu bohong,berapa buruk pengomongnya. Ketika  dituduh berbohong, maka seluruh emosi marah membludak dari dalam dada nya.
sumber : mardety mardinsyah(naskah asli)