Kemajuan teknologi mengindikasikan vaksin dapat dikembangkan dalam 10 tahun ke depan.
Mereka menuliskan, diperkirakan, pada tahun 2020 mendatang, vaksin untuk malaria, tuberculosis (TB), dan HIV/AIDS sudah ditemukan. Pada jurnal itu mereka juga membahas perangkat baru termasuk biologi sistem dan desain antigen berbasis struktur yang dapat memberikan pengertian yang lebih baik terhadap mekanisme perlindungan.
Perangkat ini akan memberi petunjuk menuju ke pengembangan vaksin rasional untuk meringankan beban para penderita penyakit menular yang paling mengerikan di dunia tersebut.
Menurut Aderem, seorang pionir di bidang biologi sistem, konsep baru dan kemajuan teknologi mengindikasikan bahwa vaksin untuk tiga penyakit menular terdahsyat itu akan dapat dikembangkan dalam 10 tahun ke depan.
“Keberhasilan akan sangat bergantung pada kemampuan kita melakukan pendekatan pada biologi sistem untuk menganalisa data yang dihasilkan selama uji coba pembuktian,” ucap Aderem, seperti diktutip dari MedIndia, 28 Mei 2011.
Aderem menyebutkan, keberhasilan itu juga akan memberikan pandangan baru seperti identifikasi hubungan antara perlindungan atau tanda-tanda imunogenisitas dan akselerasi dari uji coba klinik skala besar. Selain itu, tambah Aderem, pendekatan regulasi klinik yang baru dan inovatif juga akan mempercepat ditemukannya vaksin-vaksin yang sangat dibutuhkan.
Pada laporannya, Aderem dan Rappuoli juga mengulas kelebihan dan kekurangan pendekatan biologi sistem, dengan kelebihan utama pendekatan itu ada pada kemampuannya menangkap dan mengintegrasikan data biologi dalam jumlah sangat besar untuk memvisualisasikan sifat yang muncul yang tidak ditunjukan oleh bagian-bagian secara individu dan tidak bisa diprediksi jika hanya menggunakan tiap-tiap bagian secara tunggal.
“Kelebihan biologi sistem adalah kemampuannya untuk memprediksi perilaku dari seluruh sistem biologi,” kata Aderem. “Dari sana, kita bisa mengoptimalkan kandidat vaksin dan memprediksi apakah obat atau kandidat vaksin bisa bekerja sebelum obat itu dibawa ke uji coba klinik skala besar yang sangat mahal,” ucapnya.
Biologi sistem juga bisa digunakan untuk mempercepat uji coba klinik yang umumnya berlangsung lama.
Aderem dan Rappuoli memperkirakan bahwa dalam uji coba vaksin untuk malaria, TB dan HIV/AIDS, hanya satu hipotesis berhasil diuji setiap delapan tahun dalam tiga dekade terakhir. “Kita tidak bisa terus menggunakan pendekatan ini jika kita ingin mendapatkan hasil dalam kurun waktu secepatnya,” kata Aderem.
Dengan metode baru ini, ucap Aderem, kita bisa mempercepat pengembangan klinik dengan melakukan uji coba yang lebih mujarab dan dengan memperbaiki desain menggunakan pendekatan biologi sistem untuk menguji coba beberapa hipotesis secara paralel dan memiliki desain yang adaptif untuk memperluas hasil yang terbukti paling menjanjikan.
Alan Aderem, Director BioMed, Seattle dan Rino Rappuoli, Global Head of Vaccines Research for Novartis Vaccines and Diagonstics, mengulas kemajuan terbaru dalam pengembangan vaksin dalam jurnal ilmiah, Nature.
Mereka menuliskan, diperkirakan, pada tahun 2020 mendatang, vaksin untuk malaria, tuberculosis (TB), dan HIV/AIDS sudah ditemukan. Pada jurnal itu mereka juga membahas perangkat baru termasuk biologi sistem dan desain antigen berbasis struktur yang dapat memberikan pengertian yang lebih baik terhadap mekanisme perlindungan.
Perangkat ini akan memberi petunjuk menuju ke pengembangan vaksin rasional untuk meringankan beban para penderita penyakit menular yang paling mengerikan di dunia tersebut.
Menurut Aderem, seorang pionir di bidang biologi sistem, konsep baru dan kemajuan teknologi mengindikasikan bahwa vaksin untuk tiga penyakit menular terdahsyat itu akan dapat dikembangkan dalam 10 tahun ke depan.
“Keberhasilan akan sangat bergantung pada kemampuan kita melakukan pendekatan pada biologi sistem untuk menganalisa data yang dihasilkan selama uji coba pembuktian,” ucap Aderem, seperti diktutip dari MedIndia, 28 Mei 2011.
Aderem menyebutkan, keberhasilan itu juga akan memberikan pandangan baru seperti identifikasi hubungan antara perlindungan atau tanda-tanda imunogenisitas dan akselerasi dari uji coba klinik skala besar. Selain itu, tambah Aderem, pendekatan regulasi klinik yang baru dan inovatif juga akan mempercepat ditemukannya vaksin-vaksin yang sangat dibutuhkan.
Pada laporannya, Aderem dan Rappuoli juga mengulas kelebihan dan kekurangan pendekatan biologi sistem, dengan kelebihan utama pendekatan itu ada pada kemampuannya menangkap dan mengintegrasikan data biologi dalam jumlah sangat besar untuk memvisualisasikan sifat yang muncul yang tidak ditunjukan oleh bagian-bagian secara individu dan tidak bisa diprediksi jika hanya menggunakan tiap-tiap bagian secara tunggal.
“Kelebihan biologi sistem adalah kemampuannya untuk memprediksi perilaku dari seluruh sistem biologi,” kata Aderem. “Dari sana, kita bisa mengoptimalkan kandidat vaksin dan memprediksi apakah obat atau kandidat vaksin bisa bekerja sebelum obat itu dibawa ke uji coba klinik skala besar yang sangat mahal,” ucapnya.
Biologi sistem juga bisa digunakan untuk mempercepat uji coba klinik yang umumnya berlangsung lama.
Aderem dan Rappuoli memperkirakan bahwa dalam uji coba vaksin untuk malaria, TB dan HIV/AIDS, hanya satu hipotesis berhasil diuji setiap delapan tahun dalam tiga dekade terakhir. “Kita tidak bisa terus menggunakan pendekatan ini jika kita ingin mendapatkan hasil dalam kurun waktu secepatnya,” kata Aderem.
Dengan metode baru ini, ucap Aderem, kita bisa mempercepat pengembangan klinik dengan melakukan uji coba yang lebih mujarab dan dengan memperbaiki desain menggunakan pendekatan biologi sistem untuk menguji coba beberapa hipotesis secara paralel dan memiliki desain yang adaptif untuk memperluas hasil yang terbukti paling menjanjikan.
sumber: vivsnews