Danau Ayamaru |
Berbagai jenis ikan hias bernilai ekonomi tinggi di Danau Ayamaru, Kabupaten Maibrat, Jayapura, terancam punah akibat menurunnya permukaan air danau dan penangkapan tidak terkendali oleh nelayan tradisional.
Tokoh masyarakat Ayamaru, Johnson Salossa, di Jayapura, Selasa, menyatakan keprihatinannya karena berbagai jenis ikan hias bernilai ekonomi tinggi yang berkembang biak di danau pedalaman daerah Kepala Burung Tanah Papua itu terancam punah.
Tokoh masyarakat Ayamaru, Johnson Salossa, di Jayapura, Selasa, menyatakan keprihatinannya karena berbagai jenis ikan hias bernilai ekonomi tinggi yang berkembang biak di danau pedalaman daerah Kepala Burung Tanah Papua itu terancam punah.
Ancaman terhadap ikan hias itu akibat permukaan air danau menurun, bahkan areal tertentu sudah kering dan ditumbuhi semak belukar, serta perburuan oleh nelayan tradisional.
Selain sedimentasi, kata Salossa, sejumlah oknum pejabat mempekerjakan masyarakat lokal menangkap ikan hias untuk diperdagangkan.
Ikan hias itu, lanjut dia, dikirim keluar Papua melalui kapal laut dan pesawat dari Bandara Sorong ke Pulau Jawa yang dipasarkan dengan harga yang menggiurkan.
Ia mengatakan, pendangkalan danau, juga diakibatkan oleh pertambangan minyak oleh PT.Pertamina Unit Eksplorasi Sorong di wilayah Klamono, Kabupaten Sorong, yang berbatasan dengan Maibrat.
Ia menjelaskan, sebelum tahun 1990-an, ahli dari Belanda mengadakan penelitian dengan menangkap beberapa jenis ikan hias dan menemukan bahwa ikan hias Danau Ayamaru bernilai ekonomi tinggi.
Satu ekor ikan bisa mencapai Rp1 juta. Harga itu berlaku di Jakarta, sehingga diperkirakan lebih mahal jika dikirim ke luar negeri.
Sesudah tahun 1990-an itu, lanjut dia, para nelayan tradisional tidak lagi menemukan ikan hias. Ikan hias itu terdiri atas beberapa warna seperti kemerah-merahan, kuning, kepala putih dan badan hitam serta ekor bercabang empat dan masih ada lagi jenis ikan hias yang belum diketahui namannya oleh masyarakat setempat.
Johnson Salossa mengemukakan, tidak hanya ikan hias melainkan ikan mas, mujair, sepat, ikan sembilan hitam, siput danau dan beberapa jenis udang danau pun terancam punah.
Padahal, menurut dia, sebelum penurunan permukaan air danau, biota danau itu menjadi bahan kontak antara masyarakat dengan sistem barter tradisonal atau sistem kona sampai di bagian timur yang kini berbatasan dengan Kabupaten Teluk Bintuni, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong dan bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Tambrauw.
Danau Ayamaru terbentang membelah Kampung Segior, Woman, Mefkajem, Kartapura, Mapura, Yukase, Karetubun dan Kampung Jitmau dan bermuara di Kali Kais, Distrik Inanawatan, Kabupaten Sorong Selatan dan sebagian masuk Kabupaten Teluk Bintuni.
Salossa berharap pemerintah Kabupaten Maibrat dapat menyelamatkan berbagai jenis ikan hias maupun biota danau lainnya dengan mengalokasikan dana dan menyalurkan kepada masyarakat menangkar bibit ikan hias tersebut sebagai sumber penghasilan masyarakat.
Mantan Pimpinan Proyek Bendungan Danau Ayamaru Sub-Dinas Pengairan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua, Selvianus Atanay, ST yang dihubungi terpisah di Jayapura menjelaskan, pihaknya telah mengerjakan bendungan di Danau Ayamaru agar biota danau tetap lestari dan danau tetap menjadi sumber air bersih bagi penduduk.
Pengerjaan bendungan dilakukan sejak 2001, tetapi pemerintah pusat pada tahun 2003 memekarkan Provinsi Papua Barat yang berkedudukan di Manokwari, sehingga ia tidak tahu apakah proyek itu masih dilanjutkan atau tidak.
Selvianus mengatakan, foto satelit menunjukkan penurunan permukaan Danau Ayamaru karena patahan batuan dari dalam tanah.
Tetapi, lanjut Selvianus, dokumen-dokumen terkait mencatat bahwa air Danau Ayamaru merupakan tempat persinggahan ribuan burung Flaminggo dalam migrasi antar-Benua, dari Asia ke Australia atau sebaliknya.
"Masih ada foto burung Flaminggo meminum atau mandi sebelum terbang ke Asia dan sebaliknya ke benua Australia," katanya.
sumber :antara